Merumuskan tujuan instruksional dengan jelas, umumnya
dianggap sebagai salah satu langkah pertama yang sangat penting dalam proses
perencanaan kurikulum dan pelajaran yang sistematik.
Menurut Sudjarwo (1995: 36) Ada tiga fungsi dasar
tujuan instruksional. Fungsi yang pertama dapat dipakai untuk membantu
mendefinisikan arah instruksional secara umum dan sebagai dan sebagai petunjuk
tentang materi pelajaran yang perlu dicakup. Kedua, memberikan pengarahan
tentang metode/ mengajar yang sebaiknya diterapkan. Ketiga, membantu dan
mempermudah pengukuran hasil belajar yang dituangkan dalam prosedur perencanaan
dan penilaian.
Tujuan Instruksional (TIK) yang istilah lainnya adalah
sempit dibanding TIU dan merupakan hasil penjabaran dari TIU dalam bentuk
perilaku spesifik.dengan kata lain dapat disebutkan bahwa TIK adalah kumpulan
dari pernyataan yang lebih sempit dan terinci dibandingkan TIU yang biasanya
dinyatakan dengan kata kerja yang operasional, sehingga memudahkan pengajar
dalam mengukur hasil belajar. Dalam proses pembuatan TIK rincian pernyataannya
didasarkan pada TIU.
Tujuan Instruksional Khusus
merupakan lanjutan dari tahap-tahap pengembangan instraksional yang diawali
dari mengidentifikasi kebutuhan instruksional dan menulis Tujuan Instruksional Umum (TIU), selanjutnya melakukan analisis instruksional dan mengidentifikasi perilaku karakteristik awal siswa lalu
setelah itu merumuskan Tujuan Instruksional Khusus.
Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa,
Tujuan Instruksional Khusus merupakan penjabaran dari Tujuan Instruksional
Umum. Dalam perumusan Tujuan Instruksional Khusus harus memperhatikan rambu-
rambu sebagai berikut.
1. Rumusan
Tujuan Instruksional Khusus harus merupakan hasil belajar, bukan proses
belajar. Misalnya setelah mengikuti proses diskusi guru mengharapkan siswa
mampu mengidentifikasi ciri- ciri demokrasi. Rumusan Tujuan Instruksional
Khusus yang benar adalah “siswa mampu mengidentifikasi ciri- ciri demokrasi”.
Bukan siswa mampu mendiskusikan ciri- ciri demokrasi bukan merupakan rumusan
tujuan tetapi proses pembelajaran.
2. Perangkat Tujuan Instruksional Khusus dalam satu
rencana pembelajaran haruslah komprehensif, artinya kemampuan dituntut dalam
setiap Tujuan Instrusional Khusus hendaknya dari jenjang yang berbeda.
Misalnya, jika dalam satu rencana pembelajaran ada tiga Tujuan Instruksional
Khusus, kemampuan yang dituntut Tujuan Instruksional Khusus 1, adalah dapat
menjelaskan, Tujuan Instruksional 2: dapat memberi contoh dan Tujuan
Instruksional Khusus 3: dapat menggunakan.
3. Kemampuan yang dituntut dalam rumusan Tujuan
Instruksional Khusus harus sesuai dengan kemampuan siswa.
4.
Banyaknya Tujuan Instruksional Khusus yang dirumuskan
harus sesuai dengan waktu yang tersedia untuk mencapainya.
Dengan
mempertimbangkan hal- hal tersebut diharapkan akan dihasilkan rumusan Tujuan
Instruksional Khusus yang dapat menjembatani pencapaian Tujuan Instruksional
Khusus.
Tujuan instruksional khusus (TIK) antara lain digunakan untuk menyusun tes
oleh karena itu TIK harus mengandung unsur – unsur yang dapat memberikan
petunjuk kepada penyusun tes agar dapat mengembangkan tes yang benar– benar
dapat mengukur perilaku yang berada di dalamnya.
Dalam merumuskan TIK dapat dilakukan dengan menggunakan dua format yaitu
format Mager dan ABCD format.
1. Format Merger
Merger
merekomendasikan syarat– syarat untuk menentukan tujuan perilaku yang ingin
dicapai dalam kegiatan pembelajaran.
a. Mengidentifikasi tingkah laku terakhir yang ingin dicapai oleh pembelajar
b. Menentukan dalam kondisi bagaimana tingkah laku tersebut dapat dicapai
c. Membuat kriteria spesifik bagaimana tingkah laku tersebut dapat diterima
Uraian di atas menunjukan bahwa
Merger mengemukakan tujuan tersebut dirumuskan dengan menentukan bagaimana
pembelajar harus melakukannya, bagaimana kondisinya, serta bagaimana mereka
akan melakukannya. Dalam penjabaran TIK ini Merger melibatkan tiga aspek yaitu
begaimana kondisi pencapaian tujuan, kriteria yang ingin dicapai, serta
bagaimana tingkah laku pencapaiannya.
Merger mendiskripsikan audiense
hanya sebagai murid atau pembelajar, dengan menggunakan sebuah format ”kamu
akan bisa untuk”. Para desain pembelajaran yang menggunakan format Marger ini
biasanya menggunakan ”SWABAT” yang berarti ”the student will be able to”.
2. Format ABCD
Menurut
Knirk dan Gustafson (1986) dalam Suparman (2012: 196), Ada empat komponen yang
harus ada dalam rumusan tujuan, yaitu Format ABCD
digunakan oleh Institusi Pengembangan Pembelajaran, pada prinsipnya format ini
sama dengan yang dikemukakan oleh Marger, namun pada bagian ini menambahkan
dengan mengidentifikasi audiense, atau subjek pembelajar. Unsur– unsur tersebut
dikenal dengan ABCD yang berasal dari empat kata sebagai berikut :
A = Audience
B = Behaviour
C = Condition
D = Degree
a.
Audience
Audience merupakan siswa atau
mahasiswa yang akan belajar, dalam hal ini pada TIK perlu dijelaskan siapa
mahasiswa atau siswa yang akan belajar. Keterangan tentang siswa yang akan
belajar tersebut harus dijelaskan secara spesifik mungkin, agar seseorang yang
berada di luar populasi yang ingin mengikuti pelajaran tersebut dapat
menempatkan diri seperti siswa atau mahasiswa yang menjadi sasaran dalam sistim
instruksional tersebut.
b.
Behavior
Behavior merupakan prilaku yang
spesifik yang akan dimunculkan oleh mahasiswa atau siswa tersebut setelah
selesai mengikuti proses belajar tersebut . Perilaku ini terdiri dari dua
bahgian penting yaitu kata kerja dan objek. Kata kerja ini
menunjukkan bagaimana siswa mendemonstrasikan sesuatu seperti
menyebutkan, menjelaskan, menganalisis dan lainnya. Sedangkan objek
menunjukkan apa yang didemonstrasikan.
c.
Condition
Condition
berarti batasan yang dikenakan kepada mahasiswa atau alat yang digunakan
mahasiswa ketika ia tes.Kondisi ini dapat memberikan gambaran kepada pengembang
tes tentang kondisi atau keadaan bagaimana siswa atau mahasiswa diharapkan
dapat mendemonstrasikan perilaku saat ini di tes,misalnya dengan menggunakan
rumus tertentu atau kriteria tertentu.
d.
Degree
Degree
merupakan tingkat keberhasilan mahasiswa dalam mencapai perilaku tersebut,
adakalanya mahasiswa diharapkan dapat melakukan sesuatu dengan sempurna tampa
salah dalam waktu dua jam dan lainnya. Sejumlah rumusan ABCD dalam penerapannya
terkadang tidak disusun secara ber urutan namun dapat dibalik-balikkan . Dalam
praktek sehari-hari perumusan TIK terkadang hana mencantumkan dua komponen saja
, yaitu A dan B sehingga ketika diukur tidak memiliki kepastian dalsam menyusun
tes.
Untuk
lebih jelasnya, mari kita analisis Tujuan Instruksional Khusus berikut ini :
Siswa dapat
menunjukkan 3 tempat penemuan manusia purba di Indonesia dengan menggunakan
gambar peta. Apabila kita uraikan rumusan tersebut ke dalam komponen- komponen
ABCD, maka:
Siswa :
merupakan komponen Audiens (A). Menunjukkan tempat penemuan manusia purba :
merupakan komponen Behavior (B). Dengan menggunakan gambar peta :
merupakan komponen Condition (C).
3 : merupakan
komponen Degree (D)
Dari contoh
di atas dapat diketahui bahwa siswa dikatakan telah mencapai tujuan apabila
siswa tersebut:
i) Telah mampu menunjukkan 3 tempat penemuan manusia
purba; apabila siswa hanya mampu menunjukkan dua bagian saja, maka siswa
tersebut belum dapat dianggap telah menguasai tujuan tersebut.
ii) Menggunakan gambar peta, ini berati bahwa, pada saat
kita menuntut siswa untuk mendemonstrasikan kemampuan menunjukkan 3 tempat
penemuan manusia purba, kita harus menyediakan peta negara Indonesia.