A.
Pengertian Evaluasi Formatif
Evaluasi
formatif adalah evaluasi yang dilakukan pada setiap akhir pembahasan suatu
pokok bahasan / topik, dan dimaksudkan untuk mengetahui sejauh manakah suatu
proses pembelajaran telah berjalan sebagaimana yang direncanakan. Sementara
Tesmer menyatakan formative evaluation is a judgement of the strengths and
weakness of instruction in its developing stages, for purpose of revising the
instruction to improve its effectiveness and appeal. Evaluasi ini dimaksudkan untuk
mengontrol sampai seberapa jauh siswa telah menguasai materi yang diajarkan
pada pokok bahasan tersebut. Sementara
Daniel Stufflebeam (1971) yang dikutip oleh Nana Syaodih S., menyatakan bahwa
evaluation is the process of delinating, obtaining and providing useful
information for judging decision alternatif. Demikian juga dengan Michael
Scriven (1969) menyatakan evaluation is an observed value compared to some
standard.
Stufflebeam menciptakan suatu model evaluasi yang dinamakan
model evaluasi CIPP yang dikembangkan pada tahun 1971 dengan berlandaskan pada
keempat dimensi yaitu dimensi context, dimensi input, dimensi process, dan
dimensi product.
Evaluasi model ini bermaksud
membandingkan kinerja dari berbagai dimensi program dengan sejumlah kriteria tertentu,
untuk akhirnya sampai pada deskripsi dan judgment mengenai kekuatan dan
kelemahan program yang dievaluasi
Stufflebeam melihat tujuan evaluasi
sebagai:
1.
Penetapan
dan penyediaan informasi yang bermanfaat untuk menilai keputusan alternatif;
2.
Membantu
audience untuk menilai dan mengembangkan manfaat program pendidikan atau
obyek;
3.
Membantu
pengembangan kebijakan dan program.
Secara garis besar evaluasi model
CIPP mencakup empat macam keputusan:
1. Perencanaan keputusan yang
mempengaruhi pemilihan tujuan umum dan tujuan khusus
2. Keputusan pembentukan atau structuring
3. Keputusan implementasi
4. Keputusan yang telah disusun
ulang yang menentukan suatu program perlu diteruskan, diteruskan dengan
modifikasi, dan atau diberhentikan secara total atas dasar kriteria yang ada
Model CIPP
Aspek evaluasi
|
Tipe keputusan
|
Jenis pertanyaan
|
Context evaluation
|
Keputusan yang terencana
|
Apa yang harus dilakukan?
|
Input evaluation
|
Keputusan terstruktur
|
Bagaimana kita melakukannya?
|
Process evaluation
|
Keputusan implementasi
|
Apakah yang dilakukan sesuai
rencana?
|
Product evaluation
|
Keputusan yang telah disusun ulang
|
Apakah berhasil?
|
Sumber : The CIPP approach to evaluation (Bernadette
Robinson, 2002)
B.
Empat Tahap Evaluasi Formatif
Idealnya,
pengembang instruksional melakukan empat tahap evaluasi formatif, yaitu reviu
oleh ahli bidang studi di luar tim pengembang instruksional, evaluasi satu-satu
(one-to-one evaluation), evaluasi
kelompok kecil dan uji coba lapangan. Berikut ini adalah empat tahap evaluasi
formatif:
1.
Review
Oleh Ahli Bidang Studi
Reviu oleh ahli bidang studi di luar
pengembang instruksional penting artinya untuk mempermudah pendapat orang lain,
sesama ahli dalam bidang studi, khususnya tentang ketepatan isi atau materi
produk instruksional tersebut. Di samping itu, dilakukan pula reviu ahli desain fisik dan ahli media
lain. Masukan dari para ahli lain ini perlu segera digunakan untuk merevisi produk
instruksional tersebut. Informasi yang diharapkan dari ahli lain adalah:
a. Kebenaran isi atau materi menurut bidang ilmunya dan
relevansinya dengan tujuan instruksional;
b. Ketepatan perumusan TIU;
c. Relevansi TIK dengan TIU;
d. Ketepatan perumusan TIK;
e. Relevansi tes dengan tujuan instruksional;
f. Kualitas teknis penulisan tes;
g. Relevansi strategi instruksional dengan tujuan
instruksional;
h. Relevansi produk atau bahan instruksional dengan tes dan
tujuan instruksioal;
i. Kualitas teknis produk instruksional.
Review oleh ahli
lain ini dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Tim
pengembang instruksional mengundang beberapa ahli di luar pengembang
instruksional yang terdiri atas:
1)
1-3
orang ahli bidang studi;
2)
1-3
orang ahli pengembang instruksional lain;
3)
1-3
orang ahli produksi media.
b. Tim
menjelaskan proses yang telah dilaksanakan dalam mengembangkan bahan
instruksional tersebut kepada para ahli
yang diundang.
c. Meminta komentar tentang kualitas
bahan instruksional tersebut dari sudut pandangan keahlian masing-masing.
Komentar ini dapat diperoleh dengan salah satu cara sebagai berikut:
1) Memeberikan kuesioner untuk diisi;
2) Wawancara;
3) Diskusi terbuka dengan membahas
kualitas bahan instruksional secara bersamaan antara seluruh ahli yang diundang
dengan seluruh anggota tim pengembang instruksional.
Kegiatan
review tersebut
di atas menuntut keterbukaan setiap anggota tim pengembang intruksional dengan
sikap menerima semua komentar walaupun mungkin tidak relevan. Selama kegiatan review tersebut
setiap anggota tim pengembang hanya dapat meminta kejelasan tentang pendapat
ahli lain apabila pendapat tersebut dirasa belum jelas atau dianggap kurang
benar. Sikap untuk menolak atau menerimanya harus ditentukan oleh tim setelah
selesai kegiatan review tersebut.
Dengan
perkataan lain, kesabaran, ketekunan mendengarkan, dan mencatat komentar ahli
lain merupakan kunci keberhasilan kegiatan review tersebut. Hasil kegiatan review tersebut dianalisis dan disimpulkan
untuk kemudian digunakan dalam merivisi produk instruksional tersebut.
2.
Evaluasi Satu-satu
Evaluasi
satu-satu dilakukan antara pengembang instruksional dengan dua atau tiga
mahasiswa secara individual. Mahasiswa yang dipilih adalah yang mempunyai
ciri-ciri seperti populasi sasaran. Ketiga mahasiswa tersebut berasal dari
mahasiswa yang mempunyai kemampuan sedang, di atas sedang, dan di bawah sedang.
Maksud evaluasi ini adalah untuk mengidentifikasi dan mengurangi
kesalahan-kesalahan yang secara nyata terdapat dalam bahan instruksional. Disamping
itu evaluasi ini dimaksudkan untuk mendapatkan komentar dari peserta didik
tentang tingkat kesulitan dalam memahami isi pelajaran.
Langkah-langkah dalam melaksanakan
evaluasi satu-satu adalah sebagai berikut:
a. Pendesain
instruksional menjelaskan maksud evaluasi tersebut kepada mahasiswa, yaitu
mendapatkan komentarnya terhadap bahan-bahan instruksional yang baru saja selesai dikembangkan.
b. Pendesain
instruksional mendorong mahasiswa untuk mengikuti kegiatan instruksional
sebaik-baiknya dalam waktu yang telah ditentukan. Bila yang dievaluasi berupa
bahan belajar mandiri atau PBS, pengembang instruksional mengajak mahasiswa
membaca bahan belajar tersebut bersamanya dan mendiskusikan pengertiannya.
c.
Pada
akhir pelajaran mahasiswa diberi tes.
d. Pendesain
instruksional mendorong mahasiswa untuk memberikan komentar dengan leluasa
tentang kegiatan instruksional yang diikutinya, terutama isi pelajaran atau
bahan instruksional dan tes. Keterampilan pengembang instruksional dalam
berinteraksi atau wawancara dengan mahasiswa akan menentukan kualitas informasi
yang diperolehnya. Pengembang instruksional harus menempatkan diri dan bersikap
untuk berusaha memahami komentar mahasiswa tentang bahan instruksional yang
telah diproduksinya tanpa merasa tersinggung, apalagi mencoba
mempertahankannya. Tanpa sikap positif seperti itu usaha evaluasi akan sia-sia.
e. Pendesain instruksional mencatat
komentar mahasiswa dan menyimpulkan implikasinya terhadap perbaikan kegiatan
instruksional secara keseluruhan termasuk terhadap bahan instruksional.
Hasil evaluasi satu-satu ini langsung digunakan untuk
merevisi kegiatan nstruksional termasuk bahan instruksional.
3. Evaluasi Kelompok Kecil
Setelah
direvisi berdasarkan masukan evaluasi satu-satu, produk instruksional tersebut
dievaluasi lagi dengan menggunakan sekelompok kecil mahasiswa yang terdiri atas
8-12 orang. Kelompok kecil mahasiswa ini harus representative untuk mewakili
populasi sasaran yang sebenarnya. Diantara mereka tidak termasuk tiga orang
mahasiswa yang telah ikut dalam evaluasi satu-satu. Maksud evaluasi kelompok
kecil ini adalah mengidentifikasi kekurangan kegiatan instruksional setelah
direvisi berdasarkan evaluasi satu-satu. Masukan yang diharapkan bukan saja
tentang bahan instruksional, melainkan juga proses instruksional.
Langkah-langkah yang harus ditempuh
pengembang instruksional adalah:
a. Mengumpulkan mahasiswa yang menjadi
sampel di suatu ruangan dan menjelaskan maksud evaluasi ini, yaitu untuk
mendapatkan umpan balik dalam rangka merevisi produk instruksional tersebut.
b. Menjelaskan kegiatan instruksional
yang akan dilakukan dan mendorong mahasiswa untuk memberi komentar dengan leluasa setiap saat, selama
kegiatan tersebut berlangsung, tentang kualitas produk instruksional, baik yang
menyangkut bahan instruksional maupun proses instruksionalnya.
c. Melaksanakan kegiatan instruksional
yang diproduksi dan telah direvisi berdasarkan hasil reviu dan evaluasi satu-satu.
d. Mencatat komentar mahasiswa terhadap
proses dan bahan instruksional termasuk komentar terhadap tes yang digunakan.
e. Melakukan interviu dan mengajukan
kuesioner kepada beberapa mahasiswa untuk mendapatkan informasi lebih jauh
tentang:
1) Seberapa mudah mahasiswa memahami pelajaran
yang baru lalu?
2) Apakah kegiatan instruksional itu menarik dan
sistematis?
3) Bagian mana dari pelajaran tersebut yang
sulit dipahami dan mengapa?
4) Butir tes yang mana yang tidak relevan dengan
materi yang disajikan?
Bila
informasi yang diperoleh memberikan petunjuk tentang sangat banyaknya
kekurangan produk instruksional yang dievaluasi, pengembang instruksional tidak
boleh kecewa atau cenderung membuang produk tersebut. Evaluasi formatif
tersebut memang bermaksud untuk mendapatkan informasi tentang kelemahan produk
instruksional, bukan untuk mendapatkan informasi yang mengenakkan telinga saja
atau sengaja hanya mencari kebaikannya. Sebaliknya, pengembang instruksional
harus bergembira mendapatkan informasi tentang kelemahan produk
instruksionalnya, karena ia mempunyai dasar untuk memperbaikinya. Pengembang
instruksional harus sadar benar bahwa produk instruksional yang terbaik pun
masih dapat ditingkatkan kualitasnya. Menggunakan hasil evaluasi kelompok kecil
untuk merevisi produk instruksional.
4.
Uji Coba Lapangan
Setelah
direvisi berdasarkan masukan evaluasi kelompok kecil, produk instruksional
tersebut diujicobakan di lapangan sebagai tahap keempat atau tahap akhir dalam
evaluasi formatif. Maksud uji coba lapangan ini adalah untuk mengidentifikasi
kekurangan produk instruksional tersebut bila digunakan di dalam kondisi yang
mirip dengan kondisi pada saat produk tersebut digunakan dalam dunia
sebenarnya. Produk itu sendiri, lingkungan pelaksanaan, dan pelaksana uji coba
harus dibuat semirip mungkin dengan keadaan pada waktu digunakan oleh populasi
sasaran nanti. Inilah salah satu letak perbedaan secara mendasar antara uji
coba lapangan ini dan tahap evaluasi formatif sebelumnya.Jumlah mahasiswa yang
menjadi sampel dalam uji coba lapangan ini lebih besar dari jumlah mahasiswa
yang berpartisipasi dalam evaluasi kelompok kecil. Jumlah sekitar 15-30 orang
mahasiswa sudah dianggap cukup sepanjang telah mempunyai cirri yang sama atau
mirip dengan populasi sasaran.
Uji coba lapangan ini dilaksanakan dengan cara sebagai
berikut:
a.
Menentukan
sampel yang akan digunakan sebanyak 15-30 orang mahasiswa.
b. Mempersiapkan
lingkungan, fasilitas, dan alat-alat yang dibutuhkan sesuai dengan strategi
instruksional dan bentuk kegiatan instruksional yang telah ditentukan, yaitu
belajar mandiri, pengajaran konvensional, atau PBS.
c. Melaksanakan
kegiatan instruksional sesuai dengan bahan instruksional dan bentuk kegiatan
instruksional.
d. Mengumpulkan
data tentang kualitas proses instruksional dan bahan instruksional termasuk
bahan ajar, pedoman mahasiswa, dan tes. Pengumpulan data ini dapat dilakukan
dengan memberikan kuesioner, interviu, dengan mahasiswa atau kombinasi
keduanya. Di samping itu, pengembang instruksional mengumpulkan data dengan
mengobservasi proses kegiatan mahasiswa dan keadaan lingkungan kegiatan
instruksional tersebut untuk mendapatkan informasi tentang kekurangsesuaiannya
dengan strategi intruksional yang telah diterapkan.
e. Menyelenggarakan
tes awal dan tes akhir untuk mengetahui efektivitas kegiatan instruksional
tersebut. Hasil tes ini tidak digunakan untuk menentukan terus digunakan atau
dibatalkannya penggunaan produk instruksional tersebut, tetapi untuk mengetahui
seberapa besar lagi usaha yang harus dilakukan pengembang instruksional untuk
meningkatkan kualitasnya.
C. Komponen yang Perlu Diperhatikan
dalam Merencanakan Evaluasi Formatif
Pelaksanaan suatu evaluasi harus
dimulai dan didasarkan kepada rencana yang disusun sebelumnya. Ada tujuh
komponen penting yang harus diperhatikan oleh pengembang instruksional, yaitu:
1. Maksud evaluasi formatif
Sejak
awal perencanaan, maksud evaluasi yang akan dilakukan harus jelas. Hasilnya
akan digunakan merevisi program atau produk instruksional bukan untuk
menentukan digunakan tahu
tidak digunakannya produk tersebut. Maksud
ini harus dijadikan dasar dalam menyimpulkan hasil evaluasi nanti. Misalnya,
apabila maksud evaluasi tersebut semula digunakan untuk merevisi produk
instruksional, tetapi kesimpulan hasilnya digunakan untuk menetapkan bahwa
produk tersebut tidak jadi digunakan karena banyak kelemahannya, kesimpulan
yang seperti itu tidak tepat. Kesimpulannya menyimpang dari maksud evaluasi
tersebut. Kekeliruan seperti ini bukan hanyamungkin terjadi pada pengembang
instruksional yang masih muda, tetapi juga yang sudah senior.
2.
Siapa yang akan menggunakan hasil
evaluasi tersebut?
Dalam perencanaan harus ditetapkan siapa yang akan
menggunakan hasil evaluasi itu. Dalam proses yang kita bahas selama ini orang
tersebut adalah tim pengembang instruksional. Karena itu, hasil evaluasi harus
dilaporkan kepada tim tersebut. Bila hasil evaluasi tersebut diserahkan kepada
orang lain, misalnya para guru sebagai calon pemakai, hasil evaluasi formatif
itu akan ditafsirkan lain, yaitu rendahnya kualitas produk instruksional
tersebut. Dari jauh hari calon pemakai tersebut tentu menolak untuk
menggunakannya.
3. Apa informasi yang akan
dikumpulkan?
Perumusan
informasi yang perlu dikumpulkan berhubungan erat dengan maksud evaluasi. Dalam
proses evaluasi yang akan dilakukan, yaitu evaluasi formatif, dibutuhkan
informasi tentang kekurangan produk instruksional. Bila informasi yang
dikumpulkan tidak sesuai dengan tujuan, misalnya informasi tentang
efektivitasnya bila dibandingkan dengan efektivitas produk instruksional lain,
maka hasil evaluasi tersebut tidak dapat memberikan petunjuk tentang komponen
apa dari produk intruksional tersebut yang harus direvisi. Karena itu
menetapkan jenis informasi yang relevan dengan maksud evaluasi sangat penting artinya
dalam evaluasi. Untuk evaluasi formatif terhadap produk instruksional,
pengembang instruksional perlu mengumpulkan berbagai informasi melalui reviu oleh para ahli diluar pengembang
instruksional, evaluasi satu-satu, evaluasi kelompok kecil dan uji coba
lapangan.
4.
Sumber-sumber apa yang diperlukan?
a. fasilitas, alat-alat dan waktu
b. Tenaga pelaksana evaluasi
c. Instrumen evaluasi seperti
kuesioner, pedoman interviu, checklist, tes, skala sikap dan sebagainya.
d. Responden
e. Biaya
5. Bagaimana, kapan dan di mana data
dikumpulkan? Siapa yang melaksanakan pengumpulan data dari sumber informasi
yang telah ditentukan?
6.Bagaimana,
kapan dan siapa yang melaksanakan analisis data?
7.Bagaimana bentuk laporannya?
Perlukah laporan lisan di samping laporan tertulis?
Laporan
tersebut harus disampaikan kepada tim pengembang instruksional. Ketujuh komponen di atas merupakan
komponen pokok yang perlu mendapat perhatian dalam evaluasi, agar hasilnya
benar-benar bermanfaat dan sesuai dengan maksudnya